Senin, 22 Desember 2008

Matahariku, Mataharimu, Matahari Kita, Matahari Semua

Kokok ayam jantan baru saja terdengar, membangunkan tidur malam, menggerakkan hati untuk bangkit dari mimpi panjang. Satu putaran periode malam berlalu sudah, dan di ufuk timur cahaya merah jingga, merah saga, kuning emas terpancar dari benda langit, bintang terdekat dengan bumi, sang surya , matahari jelita yang ditunggu berjuta manusia. Menjadi pertanda hari... memberi kekuatan, semangat dan energi.

Matahari bangun tepat waktu setiap pagi, patuh dan taat untuk tak terlambat memberi cahaya, memberi semangat manusia. Waktu berlalu dan cahayamu berubah warna, pertanda pagi sirna dan siang menjelang. Ritme gerakmu menjadi tanda semakin cepatnya kehidupan.

Terbit terbenammu menjadi saksi atas sejarah. Darah bersimbah, air mata bercucur, peluh mengalir keluh terdengar, tangis tersisa, cinta bertumbuh, dendam membara,dengki membakar kesumat, melumat habis kebaikan laksana kayu kering dilahap api, habis tak bersisa.

Jika engkau bisa bicara, banyak cerita yang kan kau bagi, agar manusia mengerti bahwa kehadirannya mestilah untuk tujuan mulia ... mengantarkan waktu berganti dengan satu kata pasti yaitu cinta. Bukan dendam, bukan benci, bukan iri, bukan fitnah, bukan keserakahan, bukan kesombongan, bukan kepura-puraan.

Berapa banyak waktu berlalu... berapa banyak kebaikan diabadikan, entah lewat prasasti, catatan, atau kenangan, melalui legenda, dongeng dan cerita. Matahariku adalah mataharimu, matahari kita, matahari yang satu. Yang kekuatannya memanaskan buana, melangsungkan fotosintesis tetumbuhan, sumber pangan dari tanaman pangan, sumber buah dari pohon buah-buahan, sumber keindahan dari aneka bunga yang berbeda rupa, tak sama warna namun indah dalam perbedaannya.

Matahariku, mataharimu, matahari kita, matahari semua. Jasamu pada bumi tak terhitung, tapi tak jarang kami alpa menghitung, meski tak ada perintah untuk menghitung, tapi kami alpa bersyukur. Apa jadinya bumi tanpamu ? Apa jadinya kami tanpa cahayamu? Tak usah tanya dijawab, karena jawab atas tanyamu banyak. Tak usah nikmat dihitung, karena nikmat tak terbilang, tak terhitung.Tak usah lidah menyebut, karena lidah bisa salah sebut. Tapi jika lidah kami benar menyebut, maka harapan hati turut menyambut Lidah dan hati memuji keindahan, ketaatan dan kepatuhan matahari sebagai karya agung Illahi.

Lalu aku, kamu, kita dan semua... berpadu dalam satu harapan agar bumi tetap tentram, agar buana tetap ramah, agar manusia tetap santun hingga matahari tak menenggalamkan gunung-gunung es, agar matahari tak membakar ozon dan terbakarlah kulit kita dengan penyakit dan derita lainnya.

Izinkan daku memperkenalkan diri sebagai Bana Karim sang Pengembara, yang terus mencari pemahaman lewat tanya dan perenungan. Maafkan daku jika kurang pandai merangkai kata, menguntai maksud...,Daku hanya ingin mengenal lebih banyak sahabat, lewat pemahaman atas hakekat, yang tak dapat ditangkap melalui bangku-bangku sekolah, yang tak dapat dimengerti mesti letih kaki mendaki, mencari guru, mencari tahu.... Berbagi kata kita bersatu, bertukar kalimat makna dirajut. Semoga pemahaman didapat, dan dada lapang hikmah dipetik.

Tak lama setelah sehari bersinar Engkau Matahariku, Mataharimu, Matahari kita akan kembali ke peraduan dan gelap menjelang, hati merenung apa makna sehari ini berlalu ?

Terima kasih Tuhan engkau telah ajarkan kami makna kesetiaan, kepatuhan, ketaatan untuk terus memberi dari Sang Surya Jelita

Matahari Matahatiku... Mataharimu... Matahari Kita.... Matahari semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar